Dalam pikirku aku selalu menerka tentang semua keberadaan nyawa disesuatu yang telah ada, ketika kelahiran dan kematian seimbang terjaga, bukan sebauah kebetulan ternyata. Semua rasa kuyakini sama, rasanya nikmat bisa merasakan hudup baik itu manusia hewan maupun tumbuhan atau semua yang bernyawa. Wahai udara, wahai cahaya, wahai gelap, wahai waktu yang menjadi ayat keberadaan, aku yang selalu lupa akan hakikat semua ada, semua warna, semua rasa, semua kata, semua bentuk dan semua kesah. Ini apa sebenarnya? Apakah kehidupan adalah sebuah rasa yang pergi kemana-mana? Ketika tanda-tanda sungguh tak mengada-ngada... Sungguh kita manusia benar-benar serakah ingin hidup selama-lamanya ingin ada selama-lamanya meski mereka sendiri tak yakin akan hal tersebut, tetapi pencariannya turun temurun diwariskan supaya keberadaanya tak hilang padahal manusia sendiri menyadari keberadaan peradabannya akan punah dan hilang....
Selalu penuh pertanyaan tentang keberadaan setelah tiada, hanya saja selalu hilang setelah menemukan, karena syarat untuk menemukan keberadaan setelah tiada adalah mengunjungi ketiadaan. Sekarang kita yang sedang merasakan ada tidak tahu terhadap keberadaan manusia yang telah tiada dan sadar akan tiada. Bukankah ini tanda ketidaktahuan kita? Tetapi memang sangatlah sempurna keberadaan kita ini, seperti nyata padahal ini mimpi nanti kita akan di bangunkan dengan kematian yang akan menyadarkan tentang kenyataan yang sesungguhnya.
Keberadaan ini yang menentukan kenyataan setelah tiada, yang tidak pernah ada yang tahu keberadaan nyata yang sesungguhnya. Ketika alam semesta bertebaran depan mata jilatan api pemusnah mengupulkan lagi kepingan galaksi menjadi titik semula, disana keberadaan kita sungguh tak ada karna seperti debu dari bumi yang berbaur dengan debu galaksi, apakah ada kita? Sungguh ada yang maha dasyat yang menyimpan kita. Wahai pencipta alam jagat raya? Sungguh kebidohan kami yang hina ini tak begitu paham akan ketidak adaan dan keberadaan, maka wahai pencipta alam jagat raya, peliharalah kami tempatkan kami di tempat perlindunganmu...
Tak pernah ada ujung pemahaman tentang kehidupan, semua bertumpu pada kebidohan yang pasti, maka pasrah adalah jalan terbaik bagi seorang manusia. Gelap yang sesungguhnya adalah kebodohan dan cahaya yang sesungguhnya adalah ilmu, tentunya pantulan dari sang maha cahaya. Ketika tangan merangkai kata yang di arahkan otak dan rasa seakan kata tak berkumpul pada keharusannya karena terlalu lemah tampa hidayah, lelah tampa rahmat. Dingin selalu menghinggapi otak dan rasa yang pasti membekukan disana buntu kembali untuk merangkai kata... Kita ini manusia yang bisa merangkai kata tidak seperti mahluk lainnya yang berusaha berkata tak merangkai kata, meskipun diakui suaranya adalah makna lain yang terungkap untuk ilmu maha dahsyat. Aaaaaaaaahhhhhh apa sih ini? Teriak pun tak menyelsaikan masalah otak dan rasa berputar ditempat. Aku ini manusia, manusia, manusia.... Knapa aku manusia?

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama