Hai kamu, dulu kamu pasti ada di saku tiap manusia dewasa yang bernyanyi dengan api dan memakan asapnya.
Sekarang kau sendirian taka adalagi yang menggesekan pentulmu pada bajumu.
Bangsamu akan musnah tergerus masa yang mencoba menyalakan panas tampa api, gila sih masa remajamu sesukanya membakar hutan, rumah bahkan pasar tempat sidaramu di jual. Bukankah sodaramu tidak dijual di Moll?
Hai kamu mau pergi kemana lagi? Tempatmu untuk hidup di bumi ini telah tiada, ayah ibumu telah mati naik taksi membeli gasolin listrik buatan cina ketika matahari berganti lampu duskotik.
Kamu itu anak kampung yang kepunahannya menunggu disahkan anggota dewan, seperti pengamen, pengemis jalanan, pedagang kaki lima, pedagang asongan yang sebentar lagi diusir dari kota kelahirannya sendiri.
Sudahlah sekarang akan ku abadikan kau di musium bersama gotongroyong, tenggang rasa dan si peduli yang sudah lama mendiami musiumku.
Tak bisa melawankan? Sudahlah kau itu dilupakan karena tak berguna dimasa jarak tak ada beda dari suara dan mata.
Kemudian akupun membungkus rapi kotak korek api itu dan di simpan di musium nurani terdalam di kota masa lalu hatiku.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama